Banyak manusia bersusah payah mencari kesuksesan, kebahagiaan dan
ketenangan dalam hidupnya. Namun berbagai cara apapun yang mereka lakukan,
tidak sedikitpun membawa mereka kepada hal tersebut. Harta yang melimpah,
pasangan yang menarik dan anak yang banyak, tidak juga membuat mereka merasa
nyaman dan bahagia. Kesehariannya justru penuh dengan kekhawatiran dan kegalauan.
Harta yang diperolehnya, yang dikira akan memberikan kebahagian,
ternyata semakin membuatnya khawatir dan takut jika hartanya hilang.
Pasangan yang menarik dan anak yang banyak, yang dianggapnya dapat
menghadirkan ketenangan, malah semakin menambah masalah lain yang tidak pernah
dibayangkan.
Lantas, bagaimana cara meraih kebahagian?
Diantaranya adalah dengan beriman kepada takdir Allah Ta’ala, yakni keyakinan
akan adanya ketetapan Allah yang telah ditentukan kepada setiap hamba.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ
يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu
musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui atas segala sesuatu”. ( QS. At Taghabun
[64] : 11)
Al A’masy berkata dari ‘Alqamah
tentang ayat, “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan
tunjuki hatinya“, maksudnya adalah ketika seseorang terkena musibah, lantas ia
mengetahui bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah, maka membuat hatinya
ridha dan menerima takdir Allah tersebut.”
Seseorang yang hidup di dunia, pastinya akan mendapatkan berbagai ujian.
Ketika ia yakin bahwa semua itu adalah datangnya dari Allah, untuk menguji
keimanan kepada-Nya, maka ia akan ridha akan musibah tersebut, dan mengharapkan
pahala akannya, sehingga membuat hatinya menjadi tenang dan hilang kekhawatiran
dalam dirinya.
Makna Iman Kepada Takdir Allah
Iman kepada takdir Allah, mencakup iman kepada Qadha dan Qadar Allah. Qadar
adalah ketetapan Allah sebelum menciptakan segala sesuatu, adapun Qadha adalah
ketetapan Allah ketika terjadinya sesuatu.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ
فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
"Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfûzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allâh (QS. al-Hadiid [57] : 22)
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ
بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ
اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
“Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d [13] : 11)
Oleh karenanya, segala sesuatu yang terjadi pada alam semesta dan
seisinya, maka telah ditetapkan oleh Allah sebelum penciptaannya. Namun Allah
memberi kebebasan bagi hambanya untuk memilih, sehingga baik buruknya keadaan
seseorang, tergantung bagaimana cara ia merubahnya. Jadi, walaupun Allah
mengetahui hasil akhir dari keadaan seseorang, hamba tersebut mempunyai
kebebasan untuk menentukan, apakah ia termasuk penghuni surga ataukah neraka.
Dengan kata lain, seseorang termasuk penghuni surga atau neraka, sudah
ditentukan oleh Allah sebelum menciptakan kita. Namun, manusia tidak mempunyai
pengetahuannya akannya, sehingga usaha mereka-lah yang menentukan, apakah termasuk
penghuni surga atau neraka.
Takdir Mutlak dan Takdir Ikhtiar
Para ulama membagi masalah takdir menjadi 2, Takdir Mutlak (Mubram) dan
Takdir Ikhtiar (Muallaq). Takdir Mutlak adalah takdir yang telah ditetapkan
Allah secara mutlak, sehingga manusia tidak bisa merubahnya. Semisal lahir dalam
keadaan cacat, jenis kelamin, hukum alam dan lain-lainnya.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ
الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخُلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ
سَنَةٍ. رواه مسلم
“Allah telah mencatatkan
takdir para mahluk-Nya, lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan
bumi.” (HR. Muslim). Yakni takdir mutlak
Seorang manusia yang ditakdirkan
menjadi laki-laki dengan orang tua dari kulit hitam, dalam keadaan yatim dan
cacat, maka itu adalah takdir mutlak yang Allah berikan padanya, sehingga ia
tidak bisa memilih untuk menjadi perempuan yang tidak yatim dan normal.
Adapun takdir ikhtiar (muallaq) adalah takdir yang Allah tetapkan, namun
bergantung kepada usaha manusia untuk terjadinya. Semisal pintar atau bodoh,
sukses atau gagal, kaya atau miskin, dan lain-lainnya.
Sebagaimana firman Allah sebelumnya pada surat Ar-Ra’d ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
Karenanya, ketika seseorang
ingin menjadi orang yang sukses, maka ia harus menempuh berbagai sebab yang
dapat mewujudkan keinginannya. Sebagaimana orang yang sakit, maka ia akan
mencari sebab dengan pergi ke dokter dan meminum obat agar ia bisa sembuh. Dan
semua bentuk ibadah adalah takdir ikhtiar seorang hamba, baik berdoa, shalat,
puasa dan lain-lainnya, yang jika hamba tersebut mengerjakannya, maka ia
termasuk penghuni surga.
Contoh lainnya, ketika seseorang berdagang dengan sistem riba atau
tidak, maka ini adalah takdir ikhtiar. Ia bisa memilih apakah dengan riba atau
tidak, dan Allah telah tentukan bahwa riba adalah sarana menuju neraka.
Sehingga, ketika ia memilih untuk memakai riba dan masuk ke dalam neraka, bukan
berarti Allah lah yang memaksakan kehendak-Nya kepada hamba tersebut. Melainkan
Allah telah memberikan batasan-batasan bagi hamba-hamba-Nya, yang jika ia
melanggar batasan tersebut, maka termasuk diantara penghuni neraka.
Sebagaimana seseorang yang lahir dari orang tua yang non muslim, ini
adalah takdir mutlak. Namun Allah telah mengabarkan islam kepadanya, apakah ia
tetap dalam kekafirannya atau masuk ke dalam islam adalah takdir ikhtiar dari
hamba tersebut.
Inilah keadilan dari Allah yang membuat para penduduk neraka tidak
membantah atas apa yang ditakdirkan padanya, karena neraka itu adalah
pilihannya yang dipilih ketika hidup di dunia. Bahkan mereka memohon agar
dikembalikan kembali ke dunia, agar ia bisa memilih untuk taat dan patuh atas
apa yang diperintahkan kepadanya. Allah berfirman
رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا
فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
” Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah
kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan amal sholeh, sesungguhnya kami
(sekarang) adalah orang-orang yang yakin.”
(QS. As-Sajdah [32] : 12)
رَبَّنَآ أَخِّرْنَآ إِلَىٰٓ
أَجَلٍۢ قَرِيبٍۢ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ ٱلرُّسُلَ
” Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami kedunia) walaupun
waktu yang sedikit niscaya kami akan mengetahui seruan Engkau dan (kami) akan
mengikuti Rasul-RasulMu.” (QS. Ibrahim
[14] :44)
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ
صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ
” Ya Tuhan kami keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal
sholeh berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan (dulu).. (QS. Fathir [35]:37)
قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ
عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ (١٠٦) رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا
فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ (١٠٧
(Artinya):” Mereka berkata: Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh
kejahatan kami, oleh karena itu kami telah jadi orang-orang yang sesat. Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari padanya (dan kembalikan kami kedunia.), maka
jika kami kembali (juga kepada kekafiran) sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang dhalim…(QS. Al-Mu`minun [23]:106-107)
Kasih Sayang Allah Kepada Hambanya Melebihi Kasih Sayang Ibu Kepada
Anaknya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عن عمر بن الخطاب ـ رضي
الله عنه ـ قال : قدم على النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ سبى ، فإذا امرأة من السبي
قد تحلب ثديها تسعى : إذا وجدت صبياً في السبي ـ أخذته فألصقته ببطنها ، وأرضعته ،
فقال لنا النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ ” أترون هذه طارحة ولدها في النار ؟ قلنا :
لا ،وهي تقدر على ألا تطرحه . فقال : لله أرحم بعباده من هذه بولدها ” . رواه البخاري
ومسلم
“Dari Umar bin Al Khaththab RA berkata: Didatangkanlah para tawanan
perang kepada Rasulullah SAW. Maka di antara tawanan itu terdapat seorang
wanita yang susunya siap mengucur berjalan tergesa-gesa – sehingga ia menemukan
seorang anak kecil dalam kelompok tawanan itu – ia segera menggendong, dan
menyusuinya. Lalu Nabi Muhammad SAW
bersabda: Akankah kalian melihat ibu ini melemparkan anaknya ke dalam api? Kami
menjawab: Tidak, dan ia mampu untuk tidak melemparkannya. Lalu Nabi bersabda:
Sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-Nya, melebihi sayangnya ibu ini
kepada anaknya” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dari hadits ini, Allah adalah dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan
Allah tidak ingin hambanya masuk ke dalam neraka. Begitu banyak kemurahan
Allah, nikmat yang diberikan, ampunan atas dosa yang diperbuat hamba, adalah
bentuk kasih sayang Allah. Sehingga ketika seorang hamba masuk ke dalam neraka,
maka sungguh mereka adalah orang-orang yang memang pantas untuk memasukinya.
Dan itu adalah atas dasar keinginan hamba tersebut, bukan semata-mata karena
Allah yang menentukan. Sehingga pada hadits
إن أحدكم ليعمل بعمل أهل
الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار ,
وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب
فيعمل بعمل أهل الجنة
“Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara
kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara
dirinya dan surga kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan
Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara
kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara
dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan
Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.” (HR.
Al-Bukhari)
Hadits di atas tidak menunjukkan takdir mutlak, melainkan takdir ikhtiar
seorang hamba. Dan maksud jarak antara dirinya dengan surga atau neraka adalah
waktu ajalnya.
Walaupun seorang hamba selama hidupnya senantiasa beribadah dan
melakukan kebaikan, namun pada akhir hayatnya ia mendapatkan syubhat pemikiran
yang menjadikannya kufur, bahkan menolak islam, maka itu adalah pilihannya
untuk masuk ke dalam neraka. Sebaliknya, ketika seseorang selama hayatnya
melakukan perbuatan-perbuatan ahli neraka, baik maksiat, dzhalim kepada sesama
dan lainnya, namun ketika akhir hayatnya ia bertaubat nashuha kepada Allah,
maka ia termasuk ahli surga. Sebagaimana kisah orang musyrik yang pada waktu
pagi harinya bersyahadat, kemudian di siang harinya ia mati syahid di medan
perang, lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “dia
meninggal dan masuk surga tanpa shalat sekalipun” (HR. Bukhari)
Hikmah Memahami Takdir Allah
Dari hal tersebut, banyak manfaat yang dapat diambil seorang hamba
ketika mengimani takdir Allah Ta’ala dalam kehidupan, diantaranya
1. 1. Muncul keridhaan akan apa yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala, dan yakin
akan adanya pengganti yang lebih baik.
Dalam surat At Taghabun ayat 11 di atas, Ibnu Katsir
berkata dalam tafsirnya, “Barangsiapa yang tertimpa musibah, lalu ia sadar
bahwa apa yang terjadi adalah atas ketentuan dan takdir Allah, kemudian ia
bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah, serta pasrah terhadap ketentuan
Allah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah memberikan hidayah kepada
hatinya, dan Allah telah memberikan ganti dari apa yang telah hilang darinya,
yaitu berupa barang duniawi, menggantinya dengan petunjuk yang ada dalam
hatinya, dan juga keyakinan yang benar. Bahkan mungkin, ia juga akan
mendapatkan ganti dengan sesuatu yang senilai dengan apa yang diambil darinya,
atau bahkan dengan sesuatu yang lebih baik.”
Ibnu Abbas berkata, “Maksud dari ayat tersebut adalah Allah
akan memberikan hidayah kepada hatinya agar menjadi yakin, sehingga ia pun
menyadari bahwa apa yang ditakdirkan menimpanya tidak akan meleset dari
dirinya, sedangkan apa yang ditakdirkan tidak menimpa dirinya, tidak akan
menimpanya.”
2. 2. Membuat hati menjadi kaya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“… relalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu,
niscaya engkau akan menjadi manusia terkaya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dalam hadits lainnya
“Kekayaan bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi
kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Banyak manusia yang berlomba-lomba mengumpulkan harta,
namun tidak pernah puas dibuatnya. Hatinya merasa sempit ketika harta itu
berkurang, dan merasa takut jika hartanya hilang. Ini bukanlah kekayaan yang
sesungguhnya. Kekayaan yang hakiki adalah ketika ia rela atas apa yang
diberikan atasnya, entah itu banyak atau sedikit, lantas ia bersyukur dan
bersabar seraya mengharapkan pahala yang besar yang menantinya, yakni surga.
3. Tidak berlebih-lebihan ketika mendapat nikmat dan tidak terlalu sedih
ketika mendapat musibah.
Seorang hamba yang mengerti akan takdir, jiwanya akan
tenang, baik ketika mendapatkan nikmat ataupun musibah. Ia tidak sombong atas
nikmat yang didapatkannya, dan ia tidak terlalu bersedih hati atas apa yang
menimpa dirinya. Karena ia tahu, nikmat dan musibah adalah dari Allah sebagai
ujian atasnya.
مَا أَصَابَ
مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ
نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (٢٢) لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا
فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
(٢٣)
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa
dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak
bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid : 22-23)
Ibnu Katsir berkata, “Janganlah kalian berbangga diri
terhadap orang lain dengan nikmat yang sudah diberikan kepada kalian, sebab
semua itu pada dasarnya bukan merupakan jerih payah kalian, tetapi berkat
takdir serta rezeki yang Allah limpahkan kepada kalian. Oleh karena itu,
janganlah kalian jadikan nikmat-nikmat dari Allah tersebut dengan rasa sombong
dan arogan.” Ikrimah berkata, “Tidak ada seorangpun kecuali ia pasti mengalami
kesedihan dan kesenangan, hanya saja jadikanlah kesenangan kalian berupa rasa
syukur dan kesedihan kalian adalah kesabaran.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir:
IV/314)
4. 3. Menjadi seorang yang pemberani dan pantang menyerah
Ketika memahami takdir dengan benar, segala hal yang
membuatnya takut, akan menjadi hilang. Seorang penakut menjadi pemberani.
Seorang pedagang yang ragu dalam berbisnis akan semakin yakin dalam bisnisnya.
Karena ia tahu, segala hal yang menimpanya tidak akan meleset darinya, dan
segala hal yang tidak menimpanya, tidak akan mungkin menimpanya.
Dan ia pun akan menjadi seorang yang pantang menyerah,
karena ia sadar, setiap kesulitan pasti ada 2 kemudahan dan kemudahan itu
senantiasa mengiringi di dalam setiap kesulitannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“… ketahuilah bahwa seandainya seluruh ummat berkumpul
untuk memberikan manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan mampu memberikan
manfaat kepadamu kecuali sedikitpun kecuali dengan manfaat yang sudah ditulis
Allah untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk memberikan bahaya kepadamu
dengan sesuatu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali dengan marabahaya
yang sudah Allah tulis untukmu, pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah
mengering.” (HR. Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits hasan shahih.”)
5. Tidak pernah menyesali perbuatan dan yakin kebaikan itu ada pada sesuatu
yang Allah pilihkan.
Barang hilang, kecelakan, keluarga meninggal, adalah
diantara bentuk musibah yang besar, namun ketika seseorang yakin akan takdir
Allah, maka ia tidak akan bersedih dan menyesali hal-hal tersebut. Karena ia
tahu, barang hilang adalah takdir dari Allah, sebesar apapun usaha kita untuk
mengamankannya, jika sudah waktunya hilang, maka akan hilang. Begitu pula
dengan kematian anggota keluarga, baik cepat atau lambat mereka akan
meninggalkannya, sehingga tidak perlu larut dalam kesedihan.
Karena ia yakin, apa yang Allah takdirkan bagi seorang
hamba, adalah suatu kebaikan atasnya. Allah berfirman
“… boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]:
216)
Sebagaimana kisah-kisah yang sering kita dengar, telat
masuk pesawat yang membuatnya rugi dalam finansial dan waktu, ternyata
menghindarkan dirinya dari kematian. Kehilangan sesuatu yang berharga, ternyata
ada ganti yang lebih baik. Orang yang cacat, dapat mencegahnya melakukan
kemaksiatan yang banyak orang normal terjerumus karenanya, dll.
Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya ketika seseorang dapat memahami
takdir Allah dengan benar.
Penutup
Dari uraian di atas, janganlah terlalu fokus mencari dunia hanya untuk
kesenangan yang semu dan sementara, karena kehidupan dan kebahagian yang hakiki
adalah nanti di surga. Raihlah kebahagian dunia dengan iman kepada takdir-Nya,
bukan dengan meraih segala kenikmatan dunia, karena apa yang Allah pilihkan,
adalah yang terbaik bagi hamba.
Jiwa yang tenang, bahagia, yakin serta pemberani adalah buah dari iman
kepada takdir-Nya. Karena Allah adalah dzat yang Maha Penyayang yang tidak
mungkin dzhalim kepada makhluk-Nya. Surga dan neraka adalah tempat yang
dipersiapkan kepada hamba-hamba-Nya. Mereka yang memilih, apakah di surga
ataukah neraka?
Semoga bermanfaat, Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi
wa shahbihi wa sallam.
Comments (0)
Posting Komentar