Pada pembahasan ini, kita akan menerangkan mengenai dasar dan sumber dalil-dalil syar’I yang dipakai oleh para ulama di dalam mengambil hukum dan mengambil faidah dari suatu ayat atau hadist, sehingga dengan mengetahui dasar dan sumber dari dalil-dalil syar’I ini, akan hilanglah keraguan, dan hilangkan pemikiran-pemikiran yang sesat, karena sebab utama munculnya pemikiran-pemikiran sesat, dan sebab utama munculkan kelompok-kelompok dalam islam adalah tidak bersumbernya mereka pada dalil-dalil syar’I yang benar.
Mengenai hal ini, para ulama ahlussunnah bersepakat bahwa,
dalil-dalil syar’I yang menjadi dasar dan diakui sebagai dalil dari agama islam adalah al-qur’an, hadist, ijma dan qiyas. Namun mengenai ijma dan qiyas terdapat perselisihan para ulama mengenai rinciannya, ijma dan qiyas yang seperti apakah yang dijadikan dalil, dsb.
Imam syafi’I mengatakan :
وجهة العلم الخبر في الكتاب أو السنة أو الاجماع أو القياس
“sumber ilmu adalah berita yang ada pada al-qur’an, hadist, ijma atau qiyas.” (lihat kitab Arrisalah)
Dan para ulama pun bersepakat bahwa inti dari keseluruhan dalil yang empat ini adalah al-qur’an dan hadist, dimana kedua hal ini merupakan dasar dari agama dan tiang tegaknya islam.
Imam syafi’I mengatakan “Diwajibkan untuk berpendapat dengan berdasar kepada al-qur’an dan hadits, adapun selain dari keduanya, maka ia harus mengikuti alquran dan sunnah”. (lihat kitab jimaa’ul ‘ilmi)
Dari keempat dalil yang kita sebutkan di atas, semuanya mempunyai keterikatan yang sangat kuat. Satu dalil dengan dalil yang lain saling mendukung dan membenarkan, sehingga tidak mungkin terjadi pertentangan. Kalaupun terjadi pertentangan hal ini dikarenakan pemahaman yang salah dari person akan dalil tersebut. Begitu pula, keempat dalil ini saling terikat satu sama lain, dimana semua dalil kembali kepada al-qur’an. Di dalam al-qur'an menunjukkan bahwa hadist itu adalah dalil, begitu pula al-qur'an dan hadist menunjukkan bahwa ijma itu adalah dalil, dan al-qur'an, hadist dan ijma menunjukkan bahwa qiyas itu adalah dalil.
Dari hal ini, maka benarlah jika dikatakan bahwa sumber dari empat dalil ini adalah alquran, adapun selainnya adalah penjelas dari quran yang bersandar kepada alqur’an.
Jika ada yang bertanya, kenapa perlu ada ijma dan qiyas, bukankah al-qur’an dan hadits sudah cukup untuk menentukan suatu hukum dari agama islam???
Maka jawabnya, untuk ijma, maka rosulullah bersabda :
إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ
“sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat terhadap hal-hal yang sesat”. (HR Ibnu majah dalam sunannya, dan dihasankan syaikh Albani)
Begitu pula syaikh utsaimin berkata dalam ushul min ‘ilmi al ushul :
“kita katakan, bersepakatnya umat ini atas suatu hal, bisa jadi hal itu adalah benar, dan bisa jadi hal itu adalah salah. Jika hal itu adalah benar, maka itu menjadi dalil, namun jika hal tersebut adalah sesat, maka bagaimana mungkin, umat ini yang merupakan semulia-mulianya umat diantara umat-umat yang lain, dari masa nabinya sampai pada hari kiamat, berada pada perkara yang menyesatkan yang tidak diridhoi oleh Allah ta’ala?? Ini merupakan perkara yang sangat mustahil".
Dari hal ini, sangat jelaslah bahwa ijma merupakan dalil selain dari al-qur’an dan hadist.
Lalu, apa faidah kita mengambil ijma sebagai dalil??
Maka hal ini untuk menegaskan suatu dalil dari al-qur’an dan hadits. Maksudnya, ketika terdapat suatu dalil al-qur’an dan hadits yang menunjukkan hukum suatu hal, kemudian para ulama bersepakat, ijma akan benarnya hukum tersebut, maka tidak ada orang lain yang bisa merubah dan mengganti hukum yang telah ditetapkan tersebut. Dan orang yang menyelisihinya adalah orang yang sesat.
Sebagai contoh adalah di dalam al-qur’an dan hadits yang menyebutkan bahwa para sahabat adalah semulia-mulianya umat dan sebaik-baik umat nabi Muhammad, yang mana hal ini telah ditegaskan dengan ijmanya para ulama tentang hal tersebut. Maka, ketika seseorang mengatakan bahwa para sahabat seluruhnya adalah kafir, kecuali segelintir orang saja, seperti yang dikatakan orang syiah rafidhoh maka ini adalah perkataan yang menyelisihi al-qur’an, hadits dan ijma para ulama, sehingga perkataan ini adalah perkataan yang menyesatkan.
Contoh yang lain adalah apa yang disebutkan dalam al-qur’an dan hadits yang menyatakan Allah mempunyai nama-nama dan sifat-sifat. Dan hal ini ditegaskan oleh ijma para ulama dengan mengatakan “hendaknya menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah dengan tidak menakwilkannya dan menyelewengkannya terhadap makna yang lain". Dari hal ini, ketika ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa nama-nama dan sifat-sifat Allah harus ditakwil, maka ini adalah perkataan yang menyelisihi al-qur’an, hadits dan ijma para ulama.
Begitu pula qiyas, dimana dengan adanya qiyas, segala permasalahan yang tidak disebutkan dalam al-qur’an dan hadits atau karena permasalahan baru yang disebabkan perkembangan jaman, maka bisa diketahui hukumnya dengan membandingkan dan menyerupakannya dengan dalil-dalil yang lain dan keadaan pada jaman nabi.
Pembahasan rinci mengenai ijma dan qiyas pada pelajaran selanjutnya…
Ini penting bagi mereka yang berpendapat bahwa hanya Al-Qur'an dan Hadits saja, sedngakn ijma dan qiyas katanya tidak bisa dijadikan dasar hukm.
Padahal mengambil hukum dari Al-qur'an dan Hadist tidak bisa dilakukan tanpa ilmu yang benar